Saturday 30 October 2010

BAHASA


Dalam masalah ini terdapat 2 jenis tartib yang harus diperhatikan oleh sang penyusun kamus.

1. Tartib eksternal (الترتيب الخارجى للمداخل) :

Tartib ini biasa disebut (الترتيب الأكبر) atau the macrostructure. Tartib jenis ini sudah kami terangkan di bab 2.

Tartib jenis ini merupakan syarat dari suatu kamus, artinya jikalau suatu kamus tidak tidak mengandung tartib ini maka nilainya sebagai suatu referensi hilang. Oleh karenanya kita tidak akan pernah menemukan kamus mana pun baik berupa kamus arab ataupun asing, yang berupa kamus kontemporer ataupun tradisional yang mengabaikan jenis tartib ini.

2. Tartib internal (الترتيب الداخلى للمداخل) :

Tartib yang satu ini biasa disebut dengan (الترتيب الأصغر) atau the microstructure.

Tartib jenis ini tidak terdapat pada kamus-kamus arab tradisional, tetapi tartib jenis ini mulai muncul dengan perbedaannya sendiri dalam kamus-kamus kontemporer.

Pola potongan

1. Akar kata ditulis terpisah dengan menggunakan garis terpisah di atas katanya tersebut. Sedangkan katanya sendiri berada dibawahnya di dalam susunana yang sistematik.

2. Lafadzh input diletakan pada awal potongan kata disebelah kanannya dengan warna hitam pekat (bold) atau diberi garis dibawahnya.

3. Meletakan informasi seputar tashrifnya setelah kata yang dimaksud.

4. Meletakan petunjuk mengenai tashrif dan informasi yang berhubungan dengan kata yang dimaksud sebelum kata tersebut.

5. Petunjuk mengenai suatu kata dibuat menjadi 3 bagian yang saling beriringan sebagai berikut :

Makna umum – makna khusus (istilahiy) – makna idiomatik atau kata majemuk.

6. Mengurutkan makna umum (general) suatu kata sesuai dengan urutan nomor dimulai dari nomor 1. Kemudian setelahnya diikutkan nomer makna khusus. Adapun untuk makna idiomatik atau kata mejemuk tidak diberi nomer, melainkan diletakan sebelumnya dan apabila terdapat beberapa makna idiomatik atau kata majemuk pada satu input kata maka kata-kata tersebut diurutkan sesuai dengan urutan huruf hijaiyyah.

Perlu diperhatikan pula :

1. Makna umum hemdaklah diurutkan sesuai dengan tingkat kemasyhurannya atau kepopulerannya pada penggunaannya, dimulai dari yang paling yang masyhur atau populer sampai yang paling jarang contoh kasusnya, baik berupa fi’il ataupun isim.

2. Mengurutkan fi’il sesuai dengan fungsinya. Apakah muta’di ataukah lazim diurutkan sebagai berikut : lazim – muta’adi atas zatnya – muta’adi dengan huruf jar.

Adapun kita tidak perlu terlalu membatasi tingkat kemasyhurannya atau banyaknya digunakan yang terjadi pada makna kata umum, karena hal tersebut dibahas bukan pada kamus melainkan pada buku yang berbicara tentang kabahasaan.

Penyususunan materi kamus

1. Tartib yang mana materi kamusnya disusun dengan tartib eksternal dengan memperhatikan akar katanya.

2. Tartib yang mana materi kamusnya disusun dengan tartib internal sesuai dengan aturan sebagai berikut :

1. Dimulai dengan fi’il kemudian baru diikuti oleh isim.

2. Adapun susunan fi’il yaitu sebagai berikut :

v fi’il-fi’il tsulatsi mujarrad disusun berdasarkan atas harakat ‘ain fi’ilnya baik madhi ataupun mudhari’.

(dimulai dengan fi’il yang ‘ain berharakat fathah, kemudian dhammah, kemudian kasrah).

v fi’il-fi’il tsulatsi mazid disusun berdasarkan jumlah huruf ziadah yaitu (mazid dengan ziadah satu huruf, dengan 2 huruf, dengan 3 huruf) kemudian disusun berdasarkan huruf hijaiyyah yang membangun struktur kalimatnya :

~ أفعل ، فاعل ، فعّل

~ افتعل ، افعلّ ، انفعل ، تفاعل ، تفعّل

~ استفعل ، افعالّ ، افعوعل ، افعوّل

v fi’il-fi’il ruba’i mujarrad (meliputi mudha’af ruba’i dan mulhaq ruba’i).

v fi’il-fi’il ruba’i mazid (meliputi mazid dari mudha’af ruba’i dan mulhaq ruba’i).

3. Perhatikan yang berikut ini :

Bedakan antara mudha’af ruba’i dan mudha’af tsulatsi dengan melampirkannya sebagai akar kata yang lain, misal : (زلّ) merupakan sebuah akar kata (bentuk dasar atau leksem) dialmpirkan dengan (زلزل) yang merupakan bentuk dasar pula berupa fi’il ruba’i. Sama halnya (لبّ) dan (لبلب) dan (لبلاب) yang sebenarnya merupakan bentuk dasar dari tsulatsi dan ruba’i. Dsb.

Untuk wazan (تفاعل) dan (تفعّل) dalam kasus tertentu muncul dalam bentuk yang telah berubah, yaitu munculnya kata (ادّارك) sebagai pengganti dari (تدارك), dan kata (اطّهّر) sebagai pengganti dari (تطهّر).

Dalam kasus ini fi’il yang asalnya merupakan fi’il tsultsi maka dirubah menjadi mazid bukan dengan 2 ziadah tetapi 3 ziadah, setelah wazan (افعوّل) dengan urutan : (افّاعل) seperti (ادّارك) – (افّعّل) seperti (اطّهّر), kemudian disertakan pula bentuk wazan mazid aslinya yaitu dimulai dengan wazan (تفاعل) kemudian yang kedua baru diikuti wazan (تفعّل).

4. Sementara tartib isim mengikuti urutan huruf hijaiyyah tanpa memperhatikan huruf aslinya atau huruf yang telah mengalami proses afiksasi (mazid). Dan ketika 2 lafadzh atau lebih serupa dalam huruf yang bersukun maka hendaklah mengikuti ke 2 aturan berikut :

Pertama-tama dengan memperhatikan harakat huruf yang pertama, dimulai dengan fathah kemudian dhammah kemudian kasrah.

Dan apabila terdapat keserupaan pada harakat huruf awal maka hendaklah memperhatikan huruf yang ke 2 yaitu diurutkan dengan dimulai dengan yang berharakat sukun kemudian diikuti dengan yang berharakat harakat fathah kemudian dhammah kemudian kasrah.

Adapun harakat tidak menentukan urutan kecuali urutan huruf dalam suatu kata serupa, maka urutan berikut ini tidak tepat :

لَباب- (٢)لَبَبٌ - (٣) لَبٌّ- (٤)لَبَّةٌ - (٥)لَبِيبةٌ –(٦) لُباب - (٧)لُبّ (١)

Urutan yang benar yaitu :

لَباب- (٢) لُباب- (٣) لَبٌّ- (٤) لَبَبٌ- (٥) لُبّ –(٦) لَبَّةٌ- (٧)لَبِيبةٌ (١)

Kata pada nomor 1 dan 2 sama dalam susunan dan urutan huruf yang membentuknya maka barulah harakat fathah membedakan urutan keduanya yakni dimulai dengan yang berharakat fathah. Sama halnya dengan nomor 3, 4, dan 5 yang juga urutan huruf-huruf yang membangunnya serupa, maka barulah hal kedua yang harus diperhatikan setelah urutan huruf yaitu hendaklah diperhatikan harakat huruf-huruf tersebut maka didahulukan yang berharakat fathah seperti pada nomor 3 dan 4 dari pada yang berharakat dhammah seperti pada nomor 5, dan juga selain itu harakat sukun pada huruf kedua yang terdapat pada nomor 3 didahulukan dari pada harakat fathah pada huruf kedua yang terdapat pada contoh nomor 4. Lalu kemudian nomor 6 diletakan setelah nomor 3, 4, dan 5 karena hendaklah didahulukan kata yang tersusun dari kata asli dasarnya yaitu : (ل، ب، ب).

0 comments:

Post a Comment