Oleh: Arif Rahman Pradana
Alokasi anggaran untuk pendidikan dari APBN sebesar 20% atau sebesar kurang
lebih 200trilunan dari total APBN 1000triliunan. dana 200triliun itu bukan dana
yang sedikit untuk mengembangkan pendidikan nasional di negeri ini. Namun yang
sangat disayangkan dari total dana pendidikan alokasinya lebih terbebankan
kedalam pengeluaran gaji tenaga pengajar dibandingkan pengembangan pendidikan
atau subsidi bagi biaya pendidikan.Sekarang kita memang sudah sering mendengar istilah BOS (Bantuan Oprasional Sekolah) yang diperuntukan untuk tingkat SDN dan SMPN. Namun dalam pelaksanaanya banyak SMPN yang meningkatkan standar pendidikan dari sekolah bertaraf nasional menjadi sekolah bertaraf internasional yang berujung pada tetap adanya penarikan biaya oprasional sekolah kepada siswa/i bersangkutan. Bahkan biaya yang dibebankan kepada siswa/i lebih besar dari sebelum SMPN tersebut bergelar SMPN SBI (Sekloah Bertaraf Internasional) atau RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) walapun tetap ada dana BOS. Memang dalam satu sisi peningkatan standar itu baik namun disisi lain yang menjadi korban tetaplah masyarakat dengan kemampuan dibawah rata-rata, tidak ada kesempatan untuk mereka mendapatkan pendidikan yang baik dari sekolah terbaik. Karena kebanyakan dari sekolah yang merubah status menjadi SMPN SBI atau RSBI umumnya sekolah terbaik.
Untuk SMAN dan PTN tetap tidak dikenal pembebasan biaya. Terlebih lagi PTN, PTN akhir-akhir ini mulai keterlaluan mematok dana untuk pendidikan. Biaya masuk PTN rata-rata diatas 5jtan bahkan utuk penerimaan mahasiswa lewat jalur mandiri PTN mematok dana yang lebih tidak dimasuk diakal dari 5jtan bahkan ada yang mecapai 170jtan/mahasiswa. Semua ini terjadi karena alokasi untuk pengembangan pendidikan dijadikan minoritas dan dana sebagian besar habis untuk gaji pegawai pengajar. Jadi PTN dengan seenaknya membebankan biaya oprasional pendidikan.
Seperti kita ketahui kesejahteraan guru setelah kebijakan alokasi dana pendidikan 20% ini sangat dijamin. Bahkan dalam hal ketika guru/dosen tersebut telah lolos sertifikasi mereka akan mendapatkan gaji yang sangat besar. Itu merupakan hal yang positif, namun sebenarnya akan lebih bermanfaat lagi apabila gaji tersebut disebar secara merata kepada guru-guru honorer yang berada di pedalaman atau digunakan untuk pengembangan pendidikan. Bandingkan dengan pendidikan di Pondok Pesantren Gontor, semua ustadz (guru) atau tenaga pendidik tidak dibayar, hanya bekerja secara ikhlas. Setiap guru mendidik pelajar dengan hati dan hanya pengabdian kepada Allah. Sistem pendidikan di Gontor memungkinkan peserta didik terus bersekolah walaupun tidak memiliki biaya bulanan yang disetorkan kepada pesantren. Karena pondok pesantren ini dibuat memang khusus untuk mencerdaskan kehidupan umat bukan untuk kebutuhan komersial seperti yang sering terjadi di sekolah negeri.
Daftar Pustaka
http://www.tempo.co/hg/kolom/2011/08/23/kol,20110823-437,id.html
Negeri 5 Menara
0 comments:
Post a Comment