Tuesday, 28 December 2010

A. KAJIAN TEORI

1. Pengertian Terjemah

Kata terjemah berasal dari bahasa Arab, yaitu tarjama (ترجم), yutarjimu (يترجم), dan tarjamatan (ترجمة) (Louis Mal'uf, 1986: 60). Adapun padanannya dalam bahasa Inggris adalah translation yang berasal dari kata kerja translate. Menurut Az-Zarqoni dalam Ainin (2003: 54), secara etimologis kata terjamah digunakan untuk mengacu pada empat makna. Pertama, berarti menyampaikan pembicaraan kepada orang lain yang pembicaraan tersebut tidak sampai kepadanya. Kedua, berarti menafsirkan pembicaraan dengan bahasa yang sama dengan bahasa pembicaraan itu. Ketiga, berarti menafsirkan pembicaraan dengan bahasa bukan bahasa pembicaraan, dan yang Keempat, berarti proses pengalihan dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Perlu dibedakan pula antara kata penerjemahan dan terjemahan sebagai padanan dari translation. Kata penerjemahan mengandung pengertian proses alih pesan, sedangkan kata terjemahan artinya hasil dari suatu terjemahan (M. Rudolf Nababan, 2003: 18). Hal ini sesuai dengan uaraian Katefurid (1991: 33) sebagimana berikut: الترجمة: أن يستبدل بمحتويات نص في لغة (لم) ما يقابلها من محتويات نص في لغة أخرى (له).

Rochayah Machalli (1993: 4) mendefinisikan penerjemahan "the replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual material in another language (TL)" penggantian materi teks dalam suatu bahasa (bahasa sumber) dengan materi teks yang setara (ekuivalen) dalam bahasa lain (bahasa sasaran). Hal senada juga dikemukakan oleh Al-'Azaby sebagai berikut: penggantian materi teks suatu bahasa (bahasa sumber) dengan materi teks yang setara dalam bahasa lain (bahasa sasaran). Kedua definisi ini menekankan bahwa dalam penerjemahan terdapat penggantian materi baik materi bahasa yang berupa kata, frasa, klausa, dan kalimat maupun makna dalam teks bahasa sumber dengan materi yang setera dalam bahasa sasaran. Begitupula disebutkan oleh Akram Mukmin (2000: 7) الترجمة هي فن نقل الكلام من لغة إلى لغة أخرى.

Namun lebih jelasnya lagi, Newmark (1993: 4) memberikan definisi serupa "rendering the meaning of a texs into another language in the way that the author intended the text", yaitu menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksud pengarang. Definisi ini hampir sama dengan yang dikemukakan As'ad M. Hakim (1989: 75) bahwa penerjemahan adalah upaya mengganti teks dari suatu bahasa ke bahasa lain dengan tetap menjaga keutuhan makna.

Dalam bukunya Approuches to Translation, Newmark Peter (1981) menulis bahwa Translation is a craft consisting in the attempt to replace a written massage and or statement in one language by the same message and or statament in another language.

Secara bebas definisi tersebut bisa diterjemahkan sebagai berikut: "Penerjemahan adalah suatu kiat yang merupakan usaha untuk mengganti suatu pesan atau pernyataan tertulis dalam satu bahasa dengan pesan atau pernyataan yang sama dengan bahasa lain".

Ada dua hal yang bisa diperbincangkan dalam definisi ini. Pertama, Newmark memandang penerjemahan (translation) menyangkut teks tertulis. Ada kemungkinan ini dimaksudkan untuk membedakan dengan interpretation untuk penerjemahan lisan. Yang kedua, pakar penerjemahan ini tidak menggunakan istilah ekuivalen atau padanan, tetap ia memakai istilah yang sama dalam bahasa lain. Tetapi secara luas, terjemah dapat diartikan sebagai semua kegiatan manusia dalam mengalihkan seperangkat informasi atau pesan (message) – baik verbal maupun non verbal – dari informasi asal atau informasi sumber (source information) ke dalam informasi sasaran (target information) (Suhendra Yusuf, 1994: 8).

2. Proses Penerjemahan

Pengalihan amanat dan pengungkapan dalam bahasa sasaranb dengan mempertimbangkan gaya bahasa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari setiap proses penerjemahan. Proses penerjemahan perlu dipahami oleh para calon penerjemah agar mereka dapat menentukan langkah-langkah penting dalam melakukan tugasnya.

Proses ialah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja. Proses penerjemahan dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang penerjemah pada saat dia mengalihkan amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Proses penerjemahan dapat pula diartikan sebagai suatu sistem kegiatan dalam aktivitas menerjemahkan. Oleh karena itu, dalam melakukan suatu kegiatan menjermahkan diperlukan kehati-hatian karena kesalahan dalam satu tahap akan menimbulkan kesalahan dalam tahap lainnya. Apabila hal yang seperti itu terjadi, terjemahan yang dihasilkan akan mengandung kesalahan-kesalahan (M. Rudolf Nababan, 2003: 25).

Dr. Ronald H. Bathgate, dalam karangannya yang berjudul "A Survey of Translation Theory", mengungkapkan tujuh unsur, langkah atau bagian integral dari proses penerjemahan sebagai berikut ini: 1. Tuning (Penjajagan), 2. Analysis (Penguraian), 3. Understanding (Pemahaman), 4. Terminology (Peristilahan), 5. Restructuring (Perakitan), 6. Checking (Pengecekan) dan 7. Discussion (Pembicaraan) (A. Widyamartaya, 1989: 15). Sedangkan menurut Ibnu Burdah (2004: 29), menyebutkan bahwa secara garis besar, ada sedikitnya tiga tahapan kerja dalam proses menerjemah, yaitu: a. Penyelaman pesan naskah sumber yang khendak diterjemah, b. Penuangan pesan naskah sumber ke dalam bahasa sasaran dan c. Proses editing.

Jadi sebagaimana menurut Langgeng Budianto (2005: 4) penerjemah dapat menghasilkan suatu terjemahan bagus dan efektif apabila dalam penyampaian intensi penulis merupakan tujuan setiap proses penerjemahan. Keefektifan terjemahan ditentuakan oleh tiga faktor: 1. Derajat pengetahuan penerjemah, 2. Derajat pencapaian tujuan penerjemahan, dan 3. Derajat kepuasan penerjemah.

3. Klasifikasi Terjemah

Terjemahan dapat diklasifikasikan dalam berbagai jenis. Apabila dilihat dari tujuan penerjemahan, Brislin (dalam Emzir, 1999: 4) menggolongkan terjemahan ke dalam empat jenis, yaitu:

a. Terjemahan Pragmatis, yaitu terjemahan yang mementingkan ketepatan atau akurasi informasi.

b. Terjemahan Astetis-Puitis, yaitu terjemahan yang mementingkan dampak efektif, emosi dan nilai rasa dari satu versi bahasa yang orisinal.

c. Terjemahan Etnografis, yaitu terjemahan yang bertujuan menjelaskan konteks budaya antara bahasa sumber dan bahasa sasaran.

d. Terjemahan Linguistik, yaitu terjemahan yang mementingkan kesetaraan arti dari unsur-unsur morfem dan bentuk gramatikal dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran.

Dilihat dari jauh dekatnya terjemahan dari bahasa sumber dan bahasa sasaran, terjemah dapat diklasifikasikan ke dalam jenis. Kedelapan jenis terjemahan tersebut dapat dikategorisasikan dalam dua bagian besar. Pertama, terjemahan yang lebih berorientasi pada bahasa sumber, dalam hal ini penerjemah berupaya mewujudkan kembali dengan setepat-tepatnya makna kontekstual penulis, meskipun dijumpai hambatan sintaksis dan semantik yakni hambatan bentuk dan makna. Kedua, terjemahan yang lebih berorientasi pada bahasa sasaran. Dalam hal ini penerjemah berupaya menghasilkan dampak yang relatif sama dengan yang diharapkan oleh penulis asli terhadap pembaca versi bahasa sasaran (Choliludin, 2005: 205).

a. Klasifikasi terjemahan yang berorientasi pada bahasa sumber:

1) Terjemahan kata demi kata (word for word translation). Penerjemahan jenis ini dianggap yang paling dekat dengan bahasa sumber. Urutan kata dalam teks bahasa sumber tetap dipertahankan, kata-kata diterjemahkan menurut makna dasarnya diluar konteks. Kata-kata yang bermuatan budaya diterjemahkan secara harfiah. Terjemahan kata demi kata berguna untuk memahami mekanisme bahasa sumber atau untuk menafsirkan teks yang sulit sebagai proses awal penerjemahan. Contoh: رجعت زهبر إلى بيتها أمس . Apabila kalimat tersebut diterjemahkan kata demi kata ke dalam bahasa Indonesia, maka hasilnya adalah telah kembali Zuhairah ke rumahnya kemarin. Terjemahan ini terkesan kaku dan tidak sesuai dengan sistem kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Hasil terjemahan yang lebih tepat ialah Zuhairah kembali ke rumahnya kemarin.

2) Terjemahan Harfiah (literal translation) atau sering juga disebut terjemahan struktural. Dalam terjemahan ini konstruksi gramatikal bahasa sumber dikonversikan ke dalam padanannya dalam bahasa sasaran, sedangkan kata-kata diterjemahkan di luar konteks. Sebagaimana proses penerjemahan awal terjemah harfiah ini dapat membantu melihat masalah yang perlu diatasi. Contoh: طويل النجاد رفيع العماد كثبر الرماد. Ia adalah orang yang panjang sarung pedangnya, tiangnya tinggi dan banyak abu dapurnya.

3) Terjemahan setia (faithful translation). Terjemahan ini mencoba menghasilkan kembali makna kontekstual walaupun masih terikat oleh struktur gramatikal bahasa sumber. Ia berpengang teguh pada tujuan dan maksud bahasa sumber sehingga terkesan kaku. Terjemahan ini bermanfaat sebagai proses awal tahap pengalihan. Sebagai contoh: طويل النجاد رفيع العماد كثير الرماد. Apabila pasemon (kinayah) ini diterjemahkan dengan terjemahan setia, maka hasil terjemahannya "ia adalah orang yang pemberani karena ia memiliki sarung pedang yang panjang, ia adalah seorang yang kaya atau berkedudukan yang tinggi karena tiang rumahnya yang tinggi, ia adalah seorang yang pemurah karena banyak abunya". Dari terjemahan ini terlihat bahwa penerjemah berusaha untuk tetap setia pada bahasa sumber, meskipun sudah tertlihat ada upaya untuk mereproduksi makna kontekstual. Kesetian tersebut tampak pada adanya upaya untuk tetap mempertahankan uangkapan metaforis yang tersurat dalam teks asli misalnya ungkapan sarung padangnya yang panjang, tiang tertinggi, dan banyak adanya.

4) Terjamahan semantis (semantic teranslation). Berbeda dengan terjemahan setia. Terjemahan semantis lebih memperhitungkan unsur estetika teks bahasa sumber, sdan kreatif dalam batas kewajaran. Selain itu terjemahan setia sifatnya masih terkait dengan bahasa sumber, sedangkan penerjemahan semantis lebih fleksibel. Apabila ungkapan pasemon (kinayah) di atas terjemahan secara semantis, maka hasil terjemahnanya adalah 'dia laki-laki adalah seorang pemberani, terhormat dalam lingkungan keluarga dan masyarakatnya, dan seorang dwermawan' (Murtdho, 1999).

b. Klasifikasi terjemahan yang berorientasi pada bahasa sasaran:

1) Terjemahan adaptasi (adaptation). Terjemahan inilah yang dianggap paling bebas dan palingdekat kebahasaan sasaran. Terutama untuk jenis terjemahan drama dan puisi, tema, karakter dan alur biasanya dipertahankan. Dalam karangan ilmiah logikanya diutamakan, sedangkan contok dikurangi atau ditiadakan.

2) Terjemahan bebas (free trantation). Penerjemahan bebas adalah penulisan kembali tanpa melihat tanpa aslinya. Biasanya merupakan parafrase yang dapat lebih pendek atau lebih panjang dari aslinya.

3) Terjemahan idiomatiuk (idiomatic translation). Dalam terjemahan jenis ini pesan bvahasa sumber disampaikan kembali tetapi ada penyimpangan nuansa makan karena mengutamakan kosa kata sehari-hari dan idiom dan tidak ada di dalam bahasa sumber tetapi bisa dipakai dalam bahasa sasaran.

4) Terjemahan komunikatif (communicative translation). Terjermahan ini berusaha menyampaikan makna kontekstual dari bahasa sumber sedemikian rupa, sehingga isiu dan bahasanya berterima dan dapat dipahami oleh dunia pembaca bahasa sasaran. Terjemahan ini biasanya dianggap terjemahan yang ideal.

4. Makna dan Terjemah

Istilah makna mengacu pada pengertian yang sangat luas. Ullmann menyatakan bahwa makna adalah salah satu dari istilah yang paling kabur dan kontroversial dalam teori bahasa. Ogden dan Richard dalam bukunya The Meaning of Meaning (1923) mendaftar enam belas rumusan pengertian makna yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya (Frans Sayogie, 2005: 108). Dalam hal ini Ullmann mengemukakan bahwa ada dua aliran dalam linguistik pada masa kini, yaitu pendekatan analitik dan referensial yang mencari esensi makna dengan cara memisah-misahnyaknya menjadi kompenen-komponen utama. Yang kedua, pendekatan rasional yang mempelajari kata dalam operasinya, yang kurang memperhatikan persoalan apakah makna itu, tetapi lebih tertarik pada persoalan bagaimana kata itu bekerja.

Makna dan terjemah mempunyai hubungan yang sangat erat. Menurut Newmark (1991: 27) menerjemahkan berarti memindahkan makna dari serangkaian atau satu unit linguistik dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Yang perlu dicermati adalah di dalam sebuah wacana terdapat lebih dari satu macam makna. Oleh sebab itu Menurut Suryawinata (1989: 21-22) ada lima macam makna, yaitu makna leksikal, gramatikal, tekstual, kontekstual atau situasional, dan makna sosiokultural.

Disisi lain, istilah makna, maksud dan informasi ini sering dipertukarkan begitu saja, padahal satu sama lainnya sangatlah berbeda. Makna adalah isi semantis sebuah unsur bahasa, fenomena yang berada di dalam bahasa itu sendiri (internal phenomenon), sementara maksud adalah fenomena yang berada pada pemakai bahasa itu sendiri. Sedangkan informasi adalah sesuatu yang berada di luar bahasa (external phenomenon), yakni sesuatu (obyek) yang dibicarakannya. Apabila makna bersifat linguistik, maka maksud itu bersifat subjektif dan informasi bersifat objektif. Kita mengetahui bahwa makna frase kurang pandai itu antara bodoh tetapi tidak akan tahu apa maksud seseorang apabila dalam satu situasi orang itu berkata, Ah, kau ini kurang pandai rupanya! Dan juga tidak akan dapat menangkap informasi apa yang ia sampaikan jika saja tidak dapat menghubungkan kalimat itu dengan konteks keadannya (Suhendra Yusuf, 1994:104).

Larson (1984: 26) yang membicarakan makna dalam penerjemahan, mengemukakan bahwa untuk melihat bentu dan makna ialah dengan memikirkannya sebagai struktur lahir, yang mencakup struktur leksikal, gramatikal, dan fonologis. Struktur batin yang merupakan makna semantis yang tidak tersusun sama seperti struktur lahir. Struktur lahir berkaitan dengan informasi eksplisit yang memberikan informasi yang diungkapkan secara jelas dengan unsur leksikal dan bentuk gramatikal. Sedangkan unsur batin berkaitan dengan informasi implisit yang tidak memiliki bentuk, tetapi merupakan bagian dari keseluruhan informasi yang dimaksudkan oleh penulis dalam teks bahasa sumber.

Dalam hal ini, seorang penerjemah dihadapkan pada pelbagai masalah. Menurut Savory (dalam Soemarno, 1983) kesulitan dalam penerjamahan dapat bersumber pada jenis dan bahasa yang diterjemahkan. Savory mengkategorikan naskah terjemahan sebagai berikut: 1. Teks yang bersifat informatif, 2. Teks yang berisi cerita, 3. Teks yang bernuansa karya-karya sastra dan 4. Teks yang berisi ilmu pengetahuan dan teknik.

0 comments:

Post a Comment