Oleh: Arif Rahman Pradana
Pada bulan Juli 2000, pemerintah
Amerika Serikat menerima laporan dari badan khusus PBB yang menangani Inspeksi
Senjata Kimia yaitu UNMOVIC, bahwa Irak diduga masih menyembunyikan senjata
kimia di negerinya. Laporan tersebut merupakan pemicu awal dari terjadinya
serangkaian aksi investigasi senjata di Irak, yang akhirnya menimbulkan
keputusan di pihak Amerika untuk menggempur Irak, yang terjadi pada bulan
Maret-April 2003. Laporan tersebut tidak begitu saja menimbulkan Amerika
mengeluarkan kebijakan besar yaitu melakukan perang di Irak.
Barulah ketika tanggal 11 September
2001 Amerika melakukan evaluasi besar-besaran tentang sistem keamanan
internalnya atas “kecolongan” yang mengakibatkan hancurnya salah satu pusat
peradaban Amerika Serikat, WTC. Amerika mulai mencari kambing hitam atas
peristiwa tersebut, dan setelah ditelusuri teridentifikasi yang melakukan
penyerangan tersebut adalah pria perawakan seperti arab dan merupakan jejaring
teroris internasional yang diduga terkait dengan jejaring terorisme al-Qaeeda
pimpinan Osama bin Laden yang memiliki jaringan pula dengan pimpinan Irak
Saddam Husein.
Modus utama penyerangan Irak oleh
Amerika adalah kebijakan luar negeri Amerika yaitu ingin memberantas jaringan
terorisme internasional. Peristiwa 11 September menimbulkan efek yang sangat
luar biasa bagi Amerika baik kedalam maupun keluar. Kebijakan kedalam adalah
pengawasan ketat terhadap pria keturunan arab yang hendak berkunjung ke Amerika
baik yang teridentifikasi berdasarkan ciri-ciri fisik maupun dari nama yang
mengandung unsur Islam, juga sebagian umat Islam yang berada di Amerika di
mata-matai dan di Introgasi, dll. Sedangkan kebijakan keluar yaitu invasi ke
Irak karena indikasi keterkaitan Saddam Husein dengan Osama bin Laden.
Alasan Saddam Husein terkait dengan
Osama bin Laden tidak bisa dijadikan alasan yang cukup kuat untuk menyerang
Irak. Oleh karenanya Amerika melakukan invasi dengan dalih mencari dan
menghancurkan senjata kimia pemusnah massa yang dicurigai dimiliki oleh Irak.
Pada akhir tahun 2002 Dewan PBB, yaitu UNMOVIC menyatakan bahwa di Irak tidak
ditemukan senjata pemusnah massa seperti yang dituduhkan pemerintahan Amerika terhadap
Irak dan dugaan UNMOVUIC tahun 2000 adalah kekeliruan. Namun Amerika bersikukuh
melakukan invasi ke Irak walaupun dengan alasan yang mengada-ada.
Irak
merupakan pusat peradaban dunia ketika abad 750-1258 M ketika kekhalifahan Bani
Abbasiyah. Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman
khalifah Harun Ar-Rasyid Rahimahullah (786-809 M) dan
puteranya al-Ma'mun
(813-833 M). Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk
keperluan sosial, dan mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan
farmasi. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter.
Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial,
kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan
berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan
dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi. Bahkan pada masa
pemerintahan Harun Ar-Rasyid sangat sulit mencari orang yang akan diberikan
zakat, infak dan sedekah, karena tingkat kemakmuran penduduknya merata. Ketika
masa itu pula ada dibangun perpustakaan terbesar yaitu Baitul
Hikmah.
Invasi
Amerika ke Irak merupakan
penghapusan salah satu sejarah peradaban dunia yang terdapat dalam bentuk
bangunan-bangunan, naskah-naskah dan berbagai bukti sejarah kegelimangan Islam
pada masa kekhalifahan Abbasiyah. Ribuan ton bom digunakan dalam perang
Irak dan tidak terbayang kerusakan yang terjadi ketika perang itu terjadi.
Kenapa negara-negara di dunia ini diam saja ketika hal tersebut terjadi padahal
Amerika melakukan perang tersebut dengan alasan yang mengada-ada.
Satu-satunya alasan AS yang dicoba dikaitkan
dengan hukum dalam menyerbu Irak adalah bahwa Irak melanggar resolusi Dewan
Keamanan PBB, yang mengharuskannya menghancurkan semua persenjataan pemusnah
masalnya, termasuk nuklir, kimia dan biologi (CBW), setelah Irak mengakhiri
pendudukannya atas Kuwait (1991). Kalaupun alasan tersebut bisa dibenarkan tapi
seharusnya dalam pelaksanaannya Amerika harus konsisten, karena bahkan Israel
bukan hanya telah melanggar satu resolusi DK PBB. Bila alasan lainnya yaitu
Irak dicurigai memiliki senjata pemusnah massa negara lain seperti Pakistan,
India, Korea Utara dan Israel. Mereka semua memiliki nuklir, dengan melangggar
perjanjian non-proliferasi (NPT), yang membatasi pemilikan nuklir hanya pada
negara-negara besar yang disebut “The Nuclear Club”.
Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Abbasiyah
http://tpabaitulhikmah.wordpress.com/page/2/
http://harjasaputra.wordpress.com/2007/05/19/irak-pasca-perang-3/
0 comments:
Post a Comment