Monday, 19 March 2012



Arabic, ada curhatan ni dari teman kita :D
langsung di baca aja ya... :)

Surat Untuk Bunda
Karya : Shintia Williandini S. Arab 2010

Assalamualaikum…
Dear : Bunda
Bunda apa kabarnya…??? Aku begitu rindu sekian lama tak berjumpa. Taukah Bunda tadi pagi aku berhasil meraih gelar sarjanaku. Bahkan berkat doa Bunda aku menjadi mahasiswi terbaik. Terima kasih bunda atas do’a dan suportnya. Saat namaku disebut air mataku menetes, bukan karena sedih tapi aku bahagia karena Bunda datang dan melihat aku. Namun, mengapa Bunda begitu cepat menghilang ?


Masih melekat dalam benakku empat tahun lalu saat pertama kali dinyatakan lulus seleksi di salah satu universitas favorit di kota bandung. Saat itu bunda meneteskan air mata entah bahagia atau sebaliknya. Tapi, aku tahu kalau bunda sebenarnya bingung berapa biaya yang harus dikeluarkan. Semasa SMA saja bunda harus mencari pinjaman kesana kemari untuk melunasi tunggakan SPP sekolahku, haruskah Bunda kembali banting tulang untuk membiayai kuliah ku. Tapi dengan penuh ketegaran bunda saat itu menguatkan hati dan berkata “ kakak harus ambil kesempatan ini, karena kakak telah dipilih oleh sang Maha Kuasa untuk bisa melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi. Bunda yakin Allah telah mengatur semuanya, bunda juga yakin semahal apapun biayanya Allah akan membantu kita.”


Bunda pernah bilang kalau Bandung itu indah, ternyata setelah aku menginjakan kaki dan tinggal di Bandung memang indah meski keindahan itu tak seindah dulu. Udaranya memang masih sejuk namun tak sesejuk saat bunda masih kecil. Bandung adalah Parisnya Indonesia maka tak heran banyak turis yang datang ke Bandung. Dan satu hal yang tak bisa aku lupakan dari kota Bandung adalah karena di kota inilah Bunda menghabiskan masa kecilnya. Sekarang di kota ini aku menuntut ilmu dan berharap dapat menjadi apa yang Bunda inginkan.


Bunda adalah satu-satunya orang yang selalu memberi aku semangat saat semua keluarga dan kerabat meragukan kesanggupan Bunda membiayaiku kuliah. Bunda selalu bilang “ tak usahlah kau dengar apa yang akan membuatmu sakit dan melemah, namun jadikanlah itu penyemangat untuk membuktikan bahwa anggapan mereka itu enggak selamanya benar.”


Bunda, disini aku bertemu dengan banyak teman dari berbagai kota. Ada yang dari Jawa, Banten, Jakarta, Padang, Palembang, Medan, Aceh, dan masih banyak lagi. Satu nasihat Bunda yang selalu aku ingat sampai sekarang “bertemanlah dengan banyak orang dari berbagai kota dan kalangan, selain dengan orang-orang baik kamupun boleh berteman dengan mereka yang criminal sekalipun, asalkan kamu tidak ikut melakukan criminal juga. Bunda yakin kamu tahu mana yang baik dan tidak baik” Karena nasehat Bunda itu aku bisa tahu alasan mengapa mereka seperti itu dan makin banyak teman tentunya.


Tahun pertama aku kuliah masih biasa saja, belum ada yang mengesankan, selain mata kuliah yang aku bingung apa ini dan apa itu. Tapi, Bunda selalu mensuportku dan berkata “ini masih awal, semakin tinggi sebuah pohon semakin besar angin yang bertiup.”


Bunda benar, setelah dua tahun aku kuliah masalah itu datang tanpa henti menimpa kesabaranku. Ada masalah kuliah, masalah biaya, masalah pertemanan, masalah organisasi dan masih banyak masalah-masalah lainnya. Bunda juga benar bahwa masalah itu adalah proses pendewasaan diri sekaligus pelajaran hidup yang paling berharga dan tak ada di sekolah manapun. Karena nasehat-nasehat Bunda itu sekarang aku semakin kuat dan sangat siap menghadapi angin selanjutnya.


Bunda, aku ingat saat bunda harus pergi meninggalkanku selamanya, waktu itu aku baru 15 bulan tinggal di Bandung. Jujur aku sangat sedih dan hampir kehilangan semangat yang dulu begitu berkobar didadaku. Sebelum pergi Bunda berpesan “ teruslah berjuang anakku meski raga Bunda pergi tapi sesungguhnya Bunda ada di hatimu menemani setiap kegiatan dan keluh kesahmu. Jadilah sarjana yang membanggakan Bunda dan semua orang, Bunda akan datang dan melihat kamu menjadi seorang sarjana. Bunda sayang kamu nak.”


Aku menyesal kenapa Bunda pergi sebelum melihat aku jadi sarjana? Aku menyesal mengapa harus Bunda yang pergi? Aku sedih karena aku belum bisa membuat Bunda bangga dengan apa yang aku lakukan. Aku juga sedih karena Bunda tidak ada dan melihat saat aku mendapat penghargaan tingkat nasional atas artikel yang pernah aku buat tentang hari ibu. Tapi, aku senang karena Bunda menepati janji datang ke wisudaku tadi pagi. Aku bahagia Bunda. Dan aku yakin bahwa Bunda selalu melihat dan hadir disetiap langkahku.


Terima kasih Bunda atas semua nasehat dan semangat yang kau berikan kepadaku. Karena Bundalah aku bisa menjadi seperti ini dan untuk Bunda pulalah aku menjadi seperti ini. Aku senang dan bangga lahir dari rahim Bunda yang begitu kuat dan sabar dalam mendidikku.


Sudah dulu ya Bunda, hari sudah semakin sore dan aku harus segera pulang karena besok akan menjadi saksi hidupku selanjutnya setelah menjadi seorang sarjana. Aku mohon do’anya ya Bunda agar aku bisa tetap menjadi kebangganmu. Salam rindu dan sayangku untukmu selalu Bunda.


Wassalamualaikum…


Tertanda anakmu yang selalu merindukanmu Bunda.


Kutarik nafas sepanjang-panjangnya, kulihat langit semakin menunjukan kesenjaannya. Dalam hati ku berbisik “ Bunda terima kasih “. Mulailah kugulung surat ini dan mengikatnya dengan tali yang menjutai dari balon warna hijau kesukaan Bunda. Kutatap sekali lagi surat kecil ini, dengan harapan diatas sana Bunda menangkap dan membacanya. Tanpa terasa tetesan air mata mulai mengalir membasahi pipiku mengiringi terbangnya balon ke atas langit senja itu. Kutatap detik demi detik balon itu terbang melayang semakin menjauh dari permukaan bumi tempatku berpijak. “ terbanglah jauh semakin jauh wahai balon hijau ke tempat Bundaku berada, sampaikan surat itu kepadanya dan katakan padanya bahwa aku akan menjadi seperti apa yang Bunda inginkan. Aku berjanji karena aku menyayanginya. “ -End-

Semoga kita semakin mencintai ummi kita :)
mari menulis Arabic... :DDD

0 comments:

Post a Comment